Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakhatuh... AHLAN WA SAHLAN,

sahabatku, mohon maaf jika ada khilaf dalam penulisan blog ini.

Total Tayangan Halaman

laskar pena sukowati. Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Post

Karang Abang Desa Saren

Written By Rudiya Oktar on Minggu, 23 Juli 2023 | 07.03

Mbah Sobari, guru spiritual carik Sulomo yang berasal dari Karangsono, sebuah dukuh yang terletak di sebelah utara desa Saren pernah memberikan pesan pada muridnya itu, "Saren arep dadi karang abang, gurem wae mati" (Saren akan menjadi lautan api, gurem saja mati) begitu kira2. Entah dapat informasi dari mana, tapi ternyata apa yang disampaikannya terjadi juga di dusun Saren. Mbah Wardi menceritakan, memang sebelum tentara Belanda membumi hanguskan desa Saren, sebelumnya sudah ada peringatan. Bahkan sebagian warga sudah ada yang berangkat mengungsi sejak malam sebelum kejadian (malam Jum’at). Menurut saksi sejarah, pada class ke-2 peristiwa itu terjadi. Class ke-2 atau agresi militer Belanda 2 (versi buku sejarah sekolah), atau dari pihak Belanda menyebutnya “operatie kraai” atau operasi gagak. Pihak Belanda juga menyebut sebagai “actie politie”. Pemimpin tertinggi militer Belanda saat itu adalah jendral Simon Spoor. diawali dengan penyerangan ibukota Republik Indonesia yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta 19 Desember 1948. aksi militer Belanda terfokus di “vorstenlanden”, Yogyakarta dan Surakarta. Walaupun aksi kekerasan juga terjadi di tempat lain. Ini adalah akibat dari siasat licik Belanda melalui perjanjian Renville. Dalam perjanjian ini, tentara RI harus meninggalkan wilayah yang dikuasai pihak Belanda. Sementara wilayah RI menurut perjanjian Renville hanya meliputi sebagian Banten, sebagian Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Maka, para tentara di wilayah yang dikuasai Belanda harus mengosongkan wilayah. Lalu merekapun pergi menuju wilayah RI. Soekarno menggunakan diksi “hijrah” untuk para tentara yang “long march” meninggalkan tanah kelahirannya itu. Terutama yang paling terkenal adalah dari divisi Siliwangi Jawa Barat yang “hijrah” ke Jawa Tengah. Wilayah Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) akan dijadikan “killing ground” oleh pihak Belanda. Dengan berkumpulnya para tentara RI di satu wilayah akan memudahkan mereka untuk menghancurkannya dengan satu pukulan. Maka mereka kemudian menggelar “Operatie Kraai” atau operasi gagak untuk melaksanakan tujuannya tersebut. Di daerah Surakarta sebelah utara, daerah Kaliyoso terdapat pos militer Belanda. Saat situasi Surakarta pasca proklamasi kemerdekaan memanas, tak terkecuali di wilayah Surakarta sebelah utara juga demikian. Pos militer Belanda di Kalioso juga sering mendapat serangan dari para pejuang. Penyerangan ini salah satunya dikoordinasikan di desa Saren, tepatnya di rumah carik Sulomo. Menurut kesaksian kakek saya, mbah Marto Dikromo, mereka berkumpul di rumah carik Sulomo terlebih dahulu sebelum melakukan penyerangan. "Wong wedhok-wedhok diklumpukke neng nggone pak carik, sing lanang neng ngomahe pake Karno (Sukarno almarhum, muadzin masjid Al-Ishlah) neng kidul ndalan (Orang perempuan dikumpulkan di rumah pak Carik, yang lelaki di rumah ayahnya Karno di selatan jalan", kenang almarhum kakek saya pada suatu saat. "Londhone moro neng nggone pak carik. Embuh guneman opo pak carik karo Londho? Bu carik kon ngungsi ngetan metu tegal etan ndeso, aku kon ngancani. Terus pak carik digowo Londho (Belandanya datang ke rumah pak carik. Entah bicara apa pak carik dengan Belanda? Bu carik disuruh mengungsi ke arah timur melalui ladang di timur desa, saya disuruh menemani. Lalu, pak carik dibawa Belanda)", lanjut kakek. "Pas kuwi dino Jemuah Kliwon (Pas itu hari Jum'at Kliwon)". "Kabeh omah diobong, sing ora nggur nggone mbah Po (semua rumah dibakar, yang tidak hanya rumah mbah Po),"cerita kakek. Mbah Po adalah paman dari kakek saya. Seorang lelaki yang rambutnya digelung dibagian atas, khas lelaki Jawa kuno. Posisi rumah mbah Po tak jauh dari rumah carik Sulomo. Tepatnya disebelah timur laut. Mbah Po ini memiliki anak mbah Harjo Dikromo (Punjul), mbah Pawiro dikromo (Bence) dan mbah Yem. "Omahe pak carik yo diobong, tapi nggur kobong sithik (rumah pak carik juga dibakar, tapi hanya terbakar sedikit)". "Mejid kulon yo diobong (masjid barat juga dibakar)", lanjut mbah Marto Dikromo. Peristiwa "karang abang" itu terjadi pada hari Jum'at Kliwon. Sebelum aksi bumi hangus itu, Belanda sudah memberikan peringatan terlebih dahulu. Sehingga, malam sebelum kejadian, sebagian warga sudah pergi mengungsi ke tempat yang lebih aman. Banyak warga mengungsi ke desa Kaloran, Gemolong. Desa ini ada tokoh yang terkenal dengan sebutan mbah Bei (kemungkinan bergelar Ngabehi) yang masih kerabat demang Wongso Widjojo. Sepekan kemudian (Jum'at Pahing) Belanda kembali memporak porandakan dukuh Saren. Mereka menembaki warga sipil yang berada di luar rumah. Walau sebagian sudah mengungsi ke utara, namun ada sejumlah warga yang masih berada di lokasi dan berada di luar rumah atau terlambat mengungsi. Di dukuh Salam, kelurahan Saren, ada yang bersembunyi di dalam bungker bawah tanah. Mereka akhirnya ketahuan serdadu Belanda dan dihabisi dengan cara diberondong tembakan. Peristiwa itu, menurut penuturan kakek saya, menyisakan 1 orang yang selamat (saya lupa mengingat siapa namanya). Ia pura-pura mati diantara mayat kawan-kawannya yang bersimbah darah. Wongso Setiko, warga menyebutnya Pake Kurdi (ayah Kurdi), tertembak di sebelah barat dukuh Salam. Sebenarnya beliau sudah mengungsi sampai utara dukuh Salam, tetapi qodarullah beliau kembali lagi untuk mengambil pakaian yang tertinggal. Saat itu pakaian memang sangat berharga sekali. Kondisi yang dalam logika, posisi sudah cukup aman, tetapi karena takdir usianya sudah ditetapkan, maka terjadilah peristiwa tersebut. Jenazahnya ditemukan sore hari dipinggir sawah oleh seorang warga Samberembe yang baru pulang takziyah saudaranya di dukuh Salam yang juga ditembak Belanda siang itu. Warga ini ketemu kakek saya, Marto Dikromo yang baru pulang dari pengungsian dan mengatakan kalau ada korban di sebelah barat dusun Salam (dekat sumur Pamsimas sekarang). Lalu kakek melapor carik Sulomo. Singkat cerita, jenazah dimakamkan tak jauh dari tempat itu. Korban lainnya adalah Sayomo, ayah mbah Wardi. Beliau ditembak saat sedang menata genting dikebun sebelah utara rumah carik Sulomo (sekarang rumah bp. Bejo, rt 11). Kemudian, Budheng dari dukuh Salam ditemukan di sebuah blumbang (empang) di pojok desa sebelah timur laut (sekarang pekarangan bp. Mahmud Yunus, Kalijambe atau utara rumah bp Ngatman). Budheng tidak tertembak, namun karena ketakutan dan ia bersembunyi di dalam goa (tempat growong) yang penuh air, dia kemungkinan kehabisan oksigen. Tiga orang korban masih terhitung kerabat jauh saya, Merto dan 2 orang anaknya, warga Saren barat, ditemukan di makam Plawar. Saat itu bapak dan kedua anaknya itu sedang menanam kacang di ladang sebelah timur dukuh Blumbang. Kemudian Karso Sukis ayahnya mbah Sugiyo juga tertembak di dekat sumur gedhe sebelah utara desa. Dan masih ada korban lainnya yang terlupakan dari ingatan para saksi sejarah. Baik saat terjadi korban massal itu ataupun serangan – serangan lain yang ditujukan ke desa ini berulang kali, termasuk serangan canon dari pos Belanda di Kaliyasa. Salah satunya menantu demang Saren yang bernama Sastro (ayah mbah Yat dan mbah Tuti) yang meninggal ketika rumahnya yang terletak di sebelah selatan rumah mertuanya (bekas rumah mbah Wongso Sukarto) terkena tembakan canon Belanda. Sayang saya belum menemukan semua daftar nama-nama mereka dikarenakan sedikitmya saksi sejarah yang masih hidup. "Mbiyen, dikubur morine nggur dibungkus godhong gedhang (dulu, dikubur, kain kafannya hanya dari daun pisang)", kenang mbah Haji Asmuni yang rumahnya juga ikut terkena tembakan canon, namun tidak roboh. Bom meledak dan meninggalkan lubang bekas ledakan. Di kemudian hari, setelah situasi aman, makam mbah Wongso ayah beliau dan korban yang lain dipindah ke pemakaman umum Trenggulun. Selengkapnya bisa dibaca di..... SAREN, Sejarah Tanah Leluhur pemesanan: 081364021104

MEMBERI DENGAN PEMBERIAN

Written By Rudiya Oktar on Senin, 27 April 2020 | 02.43



Oleh :Rudiya Oktar

Tulisan ini saya persembahkan bagi yang merasa tidak memiliki kemampuan untuk berbagi. Apalagi ini Ramadhan, tentu kita sedih jika tak mampu bersedekah. Bukan tak ingin, tapi  memang demikian keadaannya. Apalagi saat ada  pendemi seperti ini, krisis dimana-mana. Jangan berkecil hati kawan, ada seribu jalan yang bisa kita tempuh.

Masih ingat dengan wadah kosong yang kami beli dari uang discount meja lipat kemarin? Ya..., ternyata masih ada sisa. Kemudian saya berfikir, jangan protes saya sering ulang kalimat itu. Diksi yang buruk mungkin? Tapi nggak apa-apa, "cogito ergo sum" saya berfikir, maka saya ada, begitu kata Descartes. Saya lihat story WA, ada iklan jambu merah dari Brownis Al Khansa, tetangga yang beberapa hari lalu pindah tempat tinggal. Murah dan banyak mengandung vitamin C, baik untuk tubuh pikir saya lagi. Saya belikan uang sisa tadi, dapat 3 kg. Saya ingat, masih punya gula cair. Jambu dan gula, bisa dibikin jus. Soal gula cair ini juga ada kisahnya. Sebagai konstituen dhuafa, saya dapat kiriman paket sembako dari ustadz Syaiful Arif, caleg ganteng yang belum ditakdirkan jadi wakil rakyat di pemilu kemarin. Kabarnya ini untuk bantuan dampak covid-19. Diantar shohib saya, mas Yudi, paket dikemas plastik hitam bertuliskan DPD PKS Sragen. Berisi beras ukhuwah dari pak Hadi Santosa anggota DPRD provinsi Jateng, gula cair, masker, minyak goreng dan mi kering. Alhamdulillah, sebagai dhuafa yang belum tersentuh bantuan pemerintah, saya jadi terharu. Apalagi sudah sekian lama saya tidak bisa berpartisipasi membantu partai ini karena kesehatan saya. Ternyata saya masih dipikirkan. Baik sekali mereka, bukan seperti para politisi umumnya.

 Saya masih ada persediaan beras, nggak banyak, tapi insya'allah cukup. Tak baik rasanya menyimpan beras terlalu lama. Tentu rasanya nanti juga nggak enak. Beras saya berikan lagi ke yang membutuhkan. Masker saya pakai, dan gula saya buka, penasaran. Maklum belum pernah pakai gula cair. Sesuai prediksi saya, ternyata gula itu rasanya manis. Sementara mi kering dan minyak masih kami simpan, siapa tau besuk ada sesuatu yang bisa ditambahkan agar layak dibagikan. Semoga bukan kami sendiri yang sangat membutuhkan. Saat ini baru ada jus jambu yang bisa dibagi, tak banyak, mudah-mudahan jadi ladang amal kebaikan buat semua yang telah berkontribusi demi terwujudnya jus jambu ini. Tak ada yang patut dipamerkan dari hal remeh temeh ini. Karena semua juga hanyalah pemberian. Saya yakin, saudaraku yang masih dalam kekurangan materi, pasti suatu saat juga mendapat pemberian dari orang lain. Jangan berkecil hati selalu menjadi penerima. Apa yang kita terima sebagian bisa kita bagi, maka kitapun bisa menjadi bagian yang memberi. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi dan para pembaca semua.

Kalijambe, Sragen, 27 April 2020

DISCOUNT YANG TAK DIRINDUKAN

Written By Rudiya Oktar on Jumat, 24 April 2020 | 22.14

DISCOUNT YANG TAK DIRINDUKAN
Oleh : Rudiya Oktar

Hari ini, Ramadhan hari ke-2 tahun ini. Kembali Allah pertemukan saya dengan orang-orang baik. Saya tulis kisah ini agar bisa dipetik hikmahnya. Khususnya buat saya pribadi, syukur ada pembaca yang juga bisa mengambil pelajaran.

Ceritanya begini, saya jual meja lipat, salah satu produk mebel saya. Harganya murah, hanya Rp 50 rb/pcs, seharga 5 mangkok bakso dikampungku. Bulan Ramadhan, bulan yang penuh rahmat dan maghfiroh. Sayapun mengadakan promo. Bagi yang ingin mendonasikan meja lipat ke anak yatim, saya siap salurkan dan kasih discount harga 20 %. Meja saya laku, bisa sedikit sedekah dan membantu orang lain menyalurkan sedekahnya. Anak yatimpun akan senang, begitu pikir saya. Gayung bersambut, ada 2 orang yang berminat. Satu orang tetangga membeli 1 dan seorang kawan, penulis anggota FLP membeli 2 buah. Masing-masing minta disalurkan. Sesuai promo, saya bermaksud kasih potongan harga. Ajaib, keduanya menolak. Untuk saya dan anak saya katanya. Discount itu ternyata tidak mereka rindukan.

Selesai disitu? Belum! Masih ada cerita. Karena sudah diniatkan memberi potongan harga untuk sedekah, walau tak seberapa dan ternyata akhirnya mereka membayar sesuai harga. Maka saya berfikir lain. Uang jatah discount 20 % x 50 rb x 3 pcs, ada Rp 30 rb akan tetap saya sedekahkan. Kebetulan kemarin saya pesan daging ayam dengan harga sangat spesial, dan pagi ini bisa diambil. Saya ada ide, Rp 30 rb bisa dapat 1,5 kg daging ayam. Bisa dibagi 3 anak yatim, masing-masing setengah kilogram bisa untuk lauk berbuka puasa nanti sore. Nggak banyak, tapi saya berfikir, mereka akan senang lauk daging ayam. Sedikit-sedikit biar sama-sama merasakan. Kemudian, order saya tambah. Saya minta dikemas menjadi 3 bungkus. "Kalau ayam utuh ada dirumah, kalau nambah bisa diambil jam 09.00," begitu kira-kira jawaban dari ibu juragan ayam. "Yang  kemasan 1/2 kg saja bu, mau kita kasihkan anak yatim, biar buat lauk berbuka," jawab saya. "Ada berapa, biar saya yang kasih?" Jawab beliau diluar dugaan. Akhirnya chat berlanjut, beliau mendonasikan 10 paket daging ayam, masing-masing berisi 1 kg buat yatim dan keluarga kurang mampu. Subhanallah..., lagi-lagi, jatah discount meja lipat tadi tidak dirindukan. Rencana sedekah  daging 1,5 kg, yang tentu sangat kecil, Allah lipat gandakan melalui seorang hamba-Nya yang baik.

Lalu, uang Rp 30 rb tadi bagaimana nasibnya? Selesai mengantar 3 meja lipat dan paket daging Ayam, saya dan istri mampir ke toko. Saya minta istri membeli wadah gelas mika yang bisa diisi jenang, bubur, kolak atau lainnya. Bisa buat wadah takjil, sekedar makanan berbuka buat yang sedang berpuasa, begitu pikir saya lagi. Kali ini uang tidak ditolak penjualnya. Wajar, kami membeli, dia menjual. Lalu, hanya wadah saja, bagaimana isinya? Lagi-lagi saya berfikir, Allah Maha kaya, Dia nanti yang akan mengisinya. Yang penting wadahnya sudah ada.

Kalijambe, Sragen, 25 April 2020

Meja unik

Written By Rudiya Oktar on Senin, 28 Mei 2018 | 15.12

Meja akar

Meja lipat

Kursi jati

Rak buku

Kursi tamu

Etalase kayu

MENU LASKAR PENA SUKOWATI

KAPAL MAINAN

KAPAL MAINAN
PEMESANAN 081364021104

FADHLAN FURNITURE

FADHLAN  FURNITURE
Melayani desain dan pemesanan mebel interior. CP 081364021104

Entri Populer

Pengikut blog ini

No telp penting Sragen

No telp penting Sragen

ALBUM FOTO

ALBUM FOTO
Bersama ust Hidayat Nurwahid (mantan presiden PKS) dan ust Cahyadi Takariawan (penulis buku "DI JALAN DAKWAH AKU MENIKAH")

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Laskar Pena Sukowati - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger