Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakhatuh... AHLAN WA SAHLAN,

sahabatku, mohon maaf jika ada khilaf dalam penulisan blog ini.
Home » »

Written By Rudiya Oktar on Selasa, 28 Desember 2010 | 05.34

PERAN MUSLIMAH DALAM DAKWAH
Oleh:Wahyudi (guru SD Al Firdaus Surakarta)



Peran kaum Muslimah dalam membangun sendi-sendi sosial dan kemasyarakatan tidak bisa dinafikan. Secara historis, kaum Muslimah di negeri ini tampil bahu-membahu dengan para pejuang dan intelektual dalam membangun negeri yang berasaskan keadilan. Mereka tidak hanya siap dipimpin, tetapi juga siap memimpin. Secara historis, Indonesia memiliki ratu-ratu sebagai pemimpin masyarakat. Aceh, misalnya, melahirkan ratu-ratu dengan prestasi yang gemilang. Dari sini, tampak bahwa wanita Muslimah merupakan saka guru bagi masyarakat. Nabi sendiri mengatakan, wanita adalah tiang negara. Negara tidak bisa dibangun tanpa tiang dan tiang itu sendiri harus kuat.

Perempuan Indonesia adalah tiang-tiang yang kuat dan mampu membangun negara bersama laki-laki. Ketika Nabi mengatakan, perempuan adalah tiang negara, beliau nggak main-main. Perempuan Indonesia mempunyai potensi yang bisa diperankan di berbagai tempat untuk kepentingan apa saja.Di luar Indonesia, ada nama Tensu Ciller yang menjabat perdana menteri Turki, tahun 1993-1995. Ada juga Benazir Bhutto, mantan presiden Pakistan. Dan, di Bangladesh, ada Halidazia. Mereka semua Muslimah. Masak kita mau menutup mata. Negeri kita sendiri pernah dipimpin Megawati.

Tradisi kepemimpinan bangsa Indonesia oleh perempuan bukanlah sesuatu yang baru. Aceh pernah memiliki ratu-ratu yang terbukti mampu memimpin bangsa ini dengan baik. Mereka mengatur jalannya pemerintahan dari dalam istana sekaligus terjun ke medan pertempuran melawan penjajah. Kita pasti mengenal tokoh Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dsb. Mereka memiliki peran yang luar biasa dalam perkembangan dakwah, dan pembangunan sendi-sendi kehidupan. Oleh karenanya kepemimpinan perempuan tidak bertentangan dengan doktrin Islam. Islam memberikan kebebasan yang luas bagi kaum Muslimah untuk berdiri sama tinggi dengan kaum laki-laki.

Peranan Muslimah Indonesia di berbagai bidang itu dipengaruhi oleh doktrin agama atau budaya?

Doktrin agama punya pengaruh besar. Ayat-ayat Alquran kan selalu menyandingkan kata Muslimin wa al-Muslimat, Mukminin wa al-Mukminat . Ini menunjukkan kesetaraan antara kedua pihak, laki-laki dan perempuan. Kita lihat contoh sejarah. Mengapa orang pertama yang diajak bicara Nabi Muhammad ketika mendapat misi kerasulan adalah seorang perempuan, Khadijah?Kita mesti renungkan itu. Kemudian, Khadijah masuk Islam. Nggak bisa dimungkiri bahwa yang pertama kali mengimani Nabi Muhammad adalah perempuan. Oleh karena itu, kita harus meninggalkan warisan-warisan budaya Arab yang mendiskreditkan kaum perempuan.

Di sisi yang lain, dari segi kepemimpinan nasional, banyak pihak yang masih meragukan kemampuan perempuan. Dalam Alquran, tidak disebutkan secara tegas, perempuan itu boleh atau tidak menjadi pemimpin umat. Tetapi, Alquran memberikan gambaran yang sangat baik tentang kepemimpinan perempuan melalui sosok Ratu Saba.
Ratu Saba digambarkan sebagai pemimpin yang demokratis, tetapi dia penyembah matahari. Ini berarti dia bukan seorang Muslimah. Akan tetapi, terlepas dari keimanannya itu, Alquran menyebutkan sisi lain dari keberhasilannya memimpin sebuah negeri hingga menjadi negeri yang adil dan makmur. Dia juga berhasil membangun sistem yang demokratis. Karena, dalam setiap pengambilan keputusan, ia tidak memutuskannya sendiri, namun melalui musyawarah dengan orang-orang di sekelilingnya. Berarti kan Ratu Saba demokratis. Dia mau bermusyawarah.Meskipun pelajaran semacam itu banyak kita temukan dalam doktrin-doktrin Islam, di Indonesia ini tembok-tembok yang membatasi keterlibatan para Muslimah dalam kancah politik yang lebih luas masih ada.

Islam memberikan peluang yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Kata qawwamun dalam Alquran menunjukkan kepemimpinan laki-laki sebatas persoalan domestik, yaitu dalam rumah tangga, bukan dalam berbagai persoalan. Bahkan dalam berbagai masalah tertentu kaum perempuan lebih menonjol, misalnya dalam pendidikan.
Di masyarakat kita sering terjadi ditorsi pemahaman dalam masalah gender. Sehingga seakan-akan Islam melegitimasi diskriminasi antara perempuan, dan kaum laki-laki. Padahal, bayangkan seorang pemimpin seperti Umar bin Khaththab pernah diinterupsi oleh seorang perempuan di masjid. Bahkan, Umar mengakui interupsi perempuan itu benar dan dirinya salah. Itu kan berarti ketika di luar kehidupan rumah tangga, laki-laki dan perempuan punya hak-hak politik yang sama. Bahkan Nabi pun tidak melarang perempuan ke masjid, shalat malam, atau ikut macam-macam aktivitas. Ini berarti, dalam ibadahpun bahkan di bidang lainpun Islam tidak membedakan peran antara laki-laki, dan perempuan.

Nabi menegaskan, jika seorang istri mau masuk surga, shalatnya dan puasanya harus beres, di samping dapat menjaga diri dan taat suami. Kata-kata taat suami itu tidak diartikan sebagai superioritas suami bahwa semuanya dia yang menentukan. Seorang istri harus qanithat (taat kepada Allah) dan hafizhat bil ghaib (menjaga diri ketika suaminya tidak ada). Alquran juga menyebutkan ba'duhum aulia u ba'din , jadi di situ ada peran setara yang dimainkan kedua pihak.

Ayat Arrijaalu qawwamuna alannisaa itu dinisbatkan kepada laki-laki sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki mereka. Laki-laki memiliki kelebihan fisik dan tanggung jawab. Ayat itu dilanjutkan dengan wabima anfaqu min amwalihim dan fashalihat, qanithat, hafidzat bil gaib . Ayat tersebut tidak dimaksudkan supaya istri-istri melayani semua keperluan laki-laki. Dalam masalah keluarga, istri haruslah setia sama suaminya.
Istri Nabi yang pertama dapat dijadikan contoh yang baik untuk menjelaskan kedudukan istri dalam rumah tangga. Khadijah bukanlah tipe perempuan yang meminta-minta kepada suami. Justru, dia membelanjakan sebagian hartanya untuk mendukung perjuangan dakwah Islamiyah.

Allah menciptakan laki-laki, dan perempuan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi. Tidak ada yang lebih hebat dari yang lain. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan harus mengambil peran dalam amar ma'ruf nahi munkar, selain menegakkan shalat, menunaikan zakat, serta taat dan patuh kepada Allah dan Rasul.

Bahkan kalau kita mencermati beberapa tuntunan Nabi dan sahabat, kita akan menemukan betapa Islam sangat menghormati kaum perempuan. Ada hadits Nabi yang mengatakan, barang siapa yang memiliki tiga orang anak perempuan kemudian mendidik mereka dengan baik, maka ia masuk surga. Tuntunan ini muncul karena kultur bangsa Arab jahiliyah sangat merendahkan perempuan. Kalau lahir bayi perempuan, saking malunya, mereka menguburkan anak itu hidup-hidup atau membunuhnya. Islam dengan ajarannya yang mulia mengubah kultur tersebut. Ketika Umar sudah memeluk Islam, dia selalu menangis ketika mengingat tindakannya menguburkan anak perempuannya. Demikianlah Islam agama yang mulia ini, mengangkat derajat perempuan dari titik nadirnya di jaman jahiliyyah.

Aisyah dengan bebas bergerak di bidang politik, bahkan dipercaya sebagai pimpinan perang. Dia juga diakui sebagai sumber periwayatan hadis-hadis sahih. Contoh lainnya, Allah memberikan gambaran bagaimana Siti Hajar hidup sendiri di satu tempat yang sepi, lembah yang tandus, tidak ada makanan dan minuman, dan tidak ada kehidupan, tetapi dia mampu bertahan hidup. Ketegaran tokoh-tokoh perempuan itu direkam dalam Alquran untuk dijadikan pelajaran bagi umat Islam.
Di era sekarang keberagaman Muslimah, terutama di perkotaan cenderung meningkat. Mereka bukan hanya berjilbab, tetapi perilaku dan ucapan-ucapannya juga Islami. Misalnya, saat bepergian, mereka memikirkan nanti shalat di mana. Di mall, bertanya di mana mushalanya. Mereka juga punya kelompok pengajian yang anggotanya terdiri atas ibu-ibu rumah tangga sampai artis-artis.

Umat Muslim Indonesia ini menjadi harapan umat Islam di luar. Oleh karena itu, kaum Muslimah harus menampilkan wajah Islam yang damai. Kita menolak segala bentuk kekerasan. Bentuk rahmatan lil alamin itu adalah kesesuaian antara Islam dan adat-istiadat setempat.

Sekarang ini, tantangan bagi kaum Muslimah lebih berat. Pertama, masalah ketahanan dalam keluarga, apalagi jika miskin, itu berat. Kaum Muslimah harus bisa menjadi partner yang baik bagi suaminya supaya suami dapat bekerja dengan baik dan anak-anak bisa senang belajar. Bahkan tidak jarang, perempuan terkadang justeru menjadi tulang punggung keluarga.Kedua, banyaknya informasi yang sulit dibedakan mana yang positif dan negatif. Kalau kita tidak mampu memfilter, bisa terbawa sesat. Di televisi, kita banyak menyajikan klenik-klenik dan ramalan-ramalan, serta pola hidup hedonistis.Oleh karenamya, peran ibu dalam keluarga itu nomor satu. Di tangan ibulah, adanya ketahanan keluarga, selain pembangunan mental dan agama. Di tangan ibulah tanggung jawab utama pendidikan kepada generasi penerus bangsa ini digantungkan. Belajar Alquran dan belajar ilmu-ilmu agama untuk mengisi relung-relung anak kita. Mereka adalah harapan di masa depan. Harus kita persiapkan kualitas iman, Islam, zikir, dan fikihnya.Ketiga, kaum perempuan juga punya tanggung jawab dakwah. Kita punya tanggung jawab menampilkan Islam yang rahmatan lilalamin . Maka, kita aktif dan dinamis serta bangga menjadi seorang Muslimah. Isyhadu bi anna muslimun (saksikan bahwasanya kita adalah kaum Muslim).

Setiap manusia diwajibkan berdakwah di jalan Allah Subhana Wa Ta'ala, sebagaimana yg dlm firmannya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yg menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yg ma'ruf dan mencegah yang munkar; mereka orang-orang yang beruntung.Dan jangan kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yg jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mendapat siksa yang berat.(QS. Ali-Imran:104-105). Di ayat yg lain, Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman:"Dan siapakah yang lebih bagus ucapannya daripada orang-orang yg menyeru kepada Allah dan beramal shalih serta berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yg berserah diri".(QS. Fushshilat:33)
Kedua ayat tersebut menerangkan keutamaan berdakwah di jalan Allah. Dakwah itu sebagai perwujudan dan penyebaran nilai-nilai syariat Allah ditengah-tengah masyarakat. Jika syariat islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, maka maslahatnya tidak hanya dirasakan manusia,akan tetapi hewan beserta tumbuhan juga turut merasakannya. Dengan syariat islam ini juga manusia dapat terhindar dari berbagai bencana dan musibah, sebagaimana yang sering melanda berbagai penjuru dunia ini.

Begitu pentingnya dakwah ini, sehinggah diwajibkan pada semua manusia baik muslim maupun muslimah, dengan kata lain, kewajiban yg ditetapkan pada pria juga ditetapkan pada muslimah, selama tidak ada dalil yg mengharamkannya.
Disini kemudian muncul pertanyaan, apakah obyek dan metode dakwah muslimah sama dengan pria? Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam bukunya "Ash-Shohwah AlIslamiyah; Dhawabith wa Taujihat" menjelaskan obyek/lapangan dakwah muslimah berbeda dengan obyek dakwah pria. Muslimah berdakwah dikomunitasnya,yakni masyarakat wanita. Walaupun demikian, dalam hal-hal tertentu tidak menutup kemungkinan pula, Muslimah bergerak dalam dakwah yang lebih universal.

Oleh karena itu, seorang Muslimah yang berdakwah hendaknya memahami situasi dan kondisi yang memungkinkan baginya untuk berdakwah tanpa harus terzhalimi; misalnya di lembaga-lembaga pendidikan dan masjid yang didalamnya tidak terdapat khalwat antara pria dan wanita. Hal ini penting agar mereka kemudian tidak salah kaprah dan terjatuh dalam perbuatan yang diharamkan oleh Allah pada saat yg sama..
Islam sangat menjunjung peran dakwah muslimah begitu penting dan sangat utama, baik dalam membina ummat secara keseluruhan maupun membina keluarga. Bahkan peran-peran dakwah muslimah terutama yang sudah menjadi ibu rumah tangga sangat penting, dan sulit tergantikan. Karena Muslimah memiliki peran domestik dalam membimbing dan membina keluarga. Peran dalam membina keluarga seharusnya menjadi prioritas utama. Sebab membina, mendidik, serta merawat anak-anak adalah kewajiban yg mulia dan utama bagi kaum muslimah. Muslimah harus membina keluarganya dengan nilai-nilai islam. Dengan pembinaan keluarga yg senantiasa berpedoman pada Al-Qur'an dan Hadits.

Dari samudera keluarga demikian inilah yang bisa melahirkan dan membentuk generasi-generasi islam. Generasi yang senantiasa menjadikan diri sebagai mujahid-mujahid dakwah, yang siap mewakafkan hidupnya demi kejayaan Islam dan kaum muslimin. Di sinilah pentingnya seorang muslimah untuk menyiapkan bekal berupa ilmu syar'i untuk menyongsong kehidupan berumah tangga. Ilmu syar'i hanya bisa didapat dengan mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh dan kontinyu. Hal ini, hanya bisa dicapai lewat pembinaan (tarbiyah) secara intensif. Dengan bekal ilmu syar'i, seorang muslimah dapat membangun rumah tangga islami. Rumah tangga islami(Al Baitu Al Islami) adalah rumah tangga yang dibangun di atas pondasi(asas) Taqwa, bukan rumah tangga yang dibangun di atas hawa nafsu. Rumah tangga inilah yang akan menjadi miniatur surga yg di dalamnya terdapat ketenangan dan kedamaian.

Penghuni rumah seperti akan selalu berkata; rumahku adalah surgaku,bukan sebaliknya rumahku adalah nerakaku. Hal ini juga dijelaskan dalam Al-Qur'an: "Hai orang-orang yg beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan".(QS.At-Tahrim:6).

Anjuran sekaligus ancaman ayat diatas seharusnya menjadi motivasi bagi muslimah sebagai aktor utama dalam lahirnya rumah tangga islami. Impian ini hanya dapat diraih jika didalamnya terdapat muslimah yg paham dengan ilmu agama. Pemahaman terhadap ilmu agama hanya dapat diraih dengan pembinaan (tarbiyah) wawasan keislaman. Tugas dan tanggung jawab muslimah dalam membina, membimbing dalam rangka menyiapkan generasi dalam keluarganya. Peran dan posisi yang cukup urgen; tidaklah berarti membatasi peran-peran dakwah dan aktivitas muslimah di luar rumah. Apalagi, jika peran-peran ini dianggap mengungkung aktivitas muslimah/perempuan sebagaimana yang sering digulirkan oleh aktifis gender.

Akan tetapi ini semata-mata untuk mengarahkan perempuan kepada fitrahnya, agar peran-peran dakwah perempuan diutamakan dalam menjaga rumah tangga, merawat, membimbing, dan membina anak-anaknya serta mendampingi suaminya. Tugas ini tentulah berat dan hanya bisa diperankan oleh seorang Muslimah. Jika tugas ini sudah dijalankan dengan baik dan mereka mempunyai waktu luang serta tidak menghalangi untuk berdakwah. Maka, perempuan diberi peluang dan kesempatan untuk menjalankan rutinitas dakwah diluar rumahnya. Rutinitas dakwah, seperti mengisi ceramah di majelis taklim, memberi materi dakwah, mengikuti pengajian, bersosialisasi dengan masyarakat atau kegiatan apa saja selama kegiatan itu tidak bertentangan dengan larangan Allah, seperti: adanya campur baur antara perempuan dan laki laki.
Oleh sebab itu, peran-peran muslimah sangat penting dan dibutuhkan sepanjang zaman. Terutama dalam hal menciptakan generasi dalam rumah tangga islami. Rumah tangga islami akan menjadi miniatur dan awal lahirnya suatu peradaban islam dalam lingkungan kita. Bermula dari miniatur keluarga lahir generasi para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, para tabi'in, serta para pejuang islam yang telah mendahului kita. Semoga dengan peran muslimah, kembali kejayaan islam dan kaum muslimin dapat dicapai.Wallahu a'lam.

Disarikan dari berbagai sumber ( pernah dimuat di buletin RISMA edisi ke - 3 )
Share this article :

Posting Komentar

MENU LASKAR PENA SUKOWATI

KAPAL MAINAN

KAPAL MAINAN
PEMESANAN 081364021104
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Laskar Pena Sukowati - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger