Home »
» KABUT – KABUT KHATULISTIWA Indonesia dalam puisi Rudiya Oktar
KABUT – KABUT KHATULISTIWA Indonesia dalam puisi Rudiya Oktar
Written By Rudiya Oktar on Jumat, 17 Juni 2011 | 05.01
Sebuah karya yang saya ikutkan dalam lomba penulisan “Puisi Sastravoria 2011” dalam rangka bulan bahasa dengan tema “Wajah Negeri ini”. Antologi puisi ini berisi 5 buah puisi seperti yang di minta panitia. Semoga bisa menjadi bahan renungan kita semua dan bisa membawa manfaat.
PUISI 1.
GEROBAK KAKEKKU
Karya: Rudiya Oktar
Kulihat jarum jam dinding yang berjalan tanpa tepi
Berputar – putar laksana roda gerobak tua milik kakekku
Jam delapan….
Aku mau tidur dulu mudah - mudahan bermimpi indah
Zzzzz…., zzzz……
Hai … lihat itu!
Wow…subhanallah, Indah betul pemandangan pantai ini
Lautnya luas, pasti banyak ikannya
Rumput laut, mutiara dan kepiting tentu juga banyak
Juga di sana, gunung – gunung terhampar hijau merayu
Pohon –pohon laksana payung nan megah
Apa kamu bilang?
Tanah yang kita pijak memendam barang – barang tambang yang banyak?
Benarkah?
Aku kok baru tahu ya?
Inikan tanah kakek kita
Jadi kita kaya donk
Tapi…masak iya sich?
Kakek …..
Besok pagi kita beli mobil buat ngangkut padi ya?
Sebagai pengganti gerobak tua ini
Ngengg…ngenggg…ngenggg ………
Lebih nyaman kek
Jangan lupa juga kawan, kalo masuk angin berobat ke dokter saja
Masak beli obat di toko kelontong
Sekolah yang tinggi juga ya dik, biar pintar
Makan makanan bergizi, berpakaian yang baik juga
Jangan khawatir soal biaya
Kakek kitakan kaya
Gubraaakk….
Ternyata aku hanya mimpi
Kakek…kenapa yang naik mobil orang bule itu?
Mereka juga mengangkut bongkahan emas dari kebun kita
Kenapa gerobak kakek hanya berisi singkong?
Sragen, 15 Juni 2011 pk. 21.19 wib
PUISI 2
BETAPA KUPERCAYA PADAMU
Karya: Rudiya Oktar
Pak RT yang pede
Betapa kupercaya padamu
Karna kemarin engkau telah membagi jatah beras dengan adil
Kaya dan miskin telah kau bagi sama rata
Pak lurah yang gagah
Betapa kupercaya padamu
Karna engkau membagi amplop kepada kami dalam pilkades kemarin
Pak camat yang kuat
Betapa kupercaya padamu
Pak bupati yang baik hati
Dan tak pernah ingkar janji, jika sedang tidak lupa diri
Betapa kupercaya padamu
Pak gubernur yang begitu mashur
Betapa kupercaya kepadamu
Pak presiden yang….
Ah, aku tak berani
Yang pasti, betapa kupercaya padamu
Katakanlah, kau percaya kepadaku
Pak…gantung saja para koruptor itu!
Mereka telah merampok jatah makan orang miskin
Hingga kelaparan mendera
Mereka telah menyunat biaya sekolah kami untuk naik haji
Mereka telah menyelewengkan anggaran belanja
Tak tau untuk apa
Mereka juga….
Ah, terlalu panjang untuk kutuliskan
Hati ini jujur ingin percaya
Dalam luka, kecewa, putus asa dan remuk redam
Kulihat mereka sedang tertawa
Kenapa mereka tak jadi digantung?
Rumput bergoyang tlah mengabarkannya padaku
Berbisik lirih namun membuatku kaget
Tali dan tiang gantunganpun telah mereka korupsi
Sragen, 15 Juni 2011 pk. 21.59 wib
PUISI 3
KABUT – KABUT KHATULISTIWA
Karya: Rudiya Oktar
Mentari tersenyum redup di kaki langit ufuk timur
Bersembunyi dan mengintip malu dari balik sang lawu
Anak – anak khatulistiwa menjerit pilu
Menahan dingin udara pagi nan beku
Dipangkuan seorang ibu yang tlah renta termakan waktu
Wajah – wajah berkabut penuh pengharapan
Mencoba adukan asa
Ibu….kami lapar
Suara rintihan yang nyaris tak terdengar
Larut dalam suara – suara perdebatan kusir para pemimpin
Sabar nak…
Katamu dengan penuh kasih
Namun gurat – gurat keceriaanmu tlah tertelan bethari durga kini
Engkau hanya bisa menanti senyum mentari pagi ini
Berharap kabut – kabut khatulistiwa cepat berlalu
Ibu pertiwi, tersenyumlah
Kami anak – anakmu akan tetap setia di pangkuanmu
Biarlah terlupa
Merana
Tersiksa
Ini bukan salahmu
Ini salah anakmu yang lain
Saudaraku juga
Tapi ibu, mengapa mereka tega kepadaku?
Bukankah aku adalah saudaranya?
Lalu, aku harus bagaimana?
Engkau hanya terdiam
Sedih
Pilu
Tak berdaya
Sragen, 16 Juni pk. 05. 50 wib
PUISI 4
BOM
Karya: Rudiya Oktar
Buuuum……
Gubrakk….
Aduuh, tolooong !
Tet, tot, tet tot, tet, tooot…
Dorr, dorr, dorr…..
Bruk !
Dorr, dorr, dorr….
Bruk!
Perih
Gelap
Sepertinya tadi aku sedang berjualan angkringan?
Sragen, 16 Juni 2011 pk. 06 10 wib
PUISI 5
POLITIKUS
Karya: Rudiya Oktar
Politikus
Kenapa di belakang namamu ada tikus
Bukan kambing atau ikan paus
Urus punya urus
Kau lagi mengurus kasus
Seorang bernama gayus
Agar tak bisa terendus
Markuspun kau terbius
Dasar tikus
Curang dan bau prengus
Kenapa kau tak mampus – mampus?
Agar negeriku terurus dengan bagus
Sragen, 16 Juni 2011 pk.06.30 wib
MENU LASKAR PENA SUKOWATI
- CERITA KITA (7)
- GALERY FOTO (9)
- GORESAN PENAKU (10)
- Kegiatan Kita (4)
- KISAH (4)
- KOLOM ABG (1)
- KOLOM ANIS MATTA (6)
- NEWS (34)
- posting terbaru (5)
- SAINS (1)
- SASTRA (2)
- TOKOH (20)
- TSAQOFAH ISLAMIYAH (2)
- WIRAUSAHA (6)
- ZONA MUSLIMAH (3)
Posting Komentar