I.B.M.B - Jakarta. Sebagaimana pepatah mengatakan, semakin berisi
sebatang padi, maka semakin merunduklah ia kebawah. Artinya, semakin
berilmu dan beriman seseorang, semakin rendah hati dia.
Itulah
yang tercermin dari sosok Syaikh Saad Al Ghamidi yang tak lain adalah
Imam Masjidil Haram dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia.
Sosok rendah hati itulah cerminan pertama yang ditangkap ketika ditemui
di penginapannya di Hotel Borobudur Lapangan Banteng Jakarta Pusat,
Rabu (27/3) menjelang Shalat Maghrib.
Saat itu, Syaikh Al Ghamidi tampak akrab berbincang-bincang dengan Ustaz Yusuf Mansur dan beberapa tokoh PPPA Daarul Qur’an.
Sembari menunggu beberapa orang lainnya yang tengah berwudlu, Syaikh Al
Ghamidi berceloteh kepada Ustadz Yusuf Mansur, “Syaikh Yusuf, silahkan
anda nanti yang menjadi imam,” pinta Syaikh Ghamidi.
Beberapa
tamu yang hadir saat itu melihat kepada Syaikh Ghamidi. Apakah
perkataannya barusan hanya sekedar basa-basi atau sungguh-sungguh.
Sebab, mana mungkin seorang Syaikh yang mengimami Masjidil Haram
kiblatnya umat Islam meminta Ustaz Yusuf Mansur yang menjadi imam?
Yusuf Mansur menolak halus tawaran itu. Tapi sekali lagi Syaikh Ghamidi
memintanya dengan nada sungguh-sungguh. “Tidak bisa, anda nanti yang
akan jadi imam,” pinta Syaikh Ghamidi.
Kedua orang alim
tersebut sempat saling tolak-menolak soal siapa nantinya yang akan maju
menjadi imam. Akhirnya, karena didukung oleh pengurus PPPA Daarul Qur’an
yang hadir, Syaikh Al Ghamidi akhirnya maju mengimami shalat maghrib.
Ia mengimami shalat dengan irama tartilnya yang lembut dan khas. Rakaat
pertama ia membaca surat Adh Dluha, sedangkan dirakaat kedua surat Asy
Syams.
Dalam ilmu fiqh, seorang yang menjadi tamu memang
seyogyanya mendahulukan tuan rumah untuk menjadi imam. Posisi syaikh Al
Ghamidi yang sebagai tamu datang ke Indonesia ternyata ia ingat betul.
Ia tak merasa lebih layak untuk jadi imam, sekalipun ia adalah Imam
Masjidil Haram.
Posting Komentar