Pak Bani bersama istrinya bu Suminem
Hari ini saya sengaja
meluangkan waktu untuk silaturahim ketempat pak Bani, seorang pedagang salome
(bakso ojek) keliling. Saya memang beberapa hari yang lalu sempat berjanji
untuk mengunjungi rumah beliau di kawasan
Gemolong, Sragen, Jawa Tengah. Ketika waktu dhuhur tiba, saya mampir ke masjid Al-Hidayah di dusun Pantirejo, Tegaldowo, Gemolong untuk
sholat berjama’ah. Saat sholat, yang menjadi imam adalah seorang lelaki berusia
sekitar 60-an tahun. Lelaki itu adalah Muslih Saebani atau lebih akrab
dipanggil pak Bani, seseorang yang akan
saya temui. Ya… rumah pak Bani memang berada
di dekat masjid tersebut. Mungkin banyak
orang tidak mengira pedagang keliling yang sangat sederhana itu adalah salah satu
imam masjid yang cukup besar. Imam sebuah masjid yang terletak dipinggir jalan Gemolong – Plupuh,
kira – kira beberapa ratus meter dari jalan Gemolong - Sragen.
“Kok lama nggak lewat daerah sini
pak?” tanyaku pada lelaki pedagang salome keliling yang lewat depan rumah
beberapa hari yang lalu. Seorang lelaki yang mulai menua dan harus mengayuh
sepeda onthelnya keliling wilayah Gemolong dan Kalijambe untuk menjajakan
dagangannya. Sedikit prediksi saya, tiap hari lebih dari 10 km pulang pergi
jarak yang harus ditempuhnya. Pagi beliau
belanja, memasak, mengurus istrinya yang sakit dengan telaten, sementara siang
hingga malam berkeliling. Kehujanan, kepanasan, terjatuh karena terserempet
kendaraan adalah kisah – kisah yang menyertai perjalanan hidupnya. Rata – rata tiap
hari pk.24.00 wib beliau baru bisa beristirahat. Sungguh lelaki tangguh menurut
pandanganku.
“Nggak mas, ibu sedang rewel,”
jawabnya.
“Gimana kesehatan ibu?” tanyaku
kepada lelaki itu yang istrinya, ibu Suminem sakit stroke sejak kurang lebih 5
tahun yang lalu.
“Ya, masih seperti kemarin”.
“Kalau ditinggal jualan, ibu ada yang
menemani nggak?”
“Di rumah sendirian”.
“Kasihan beliau, kalau mau butuh apa –
apa gimana, pipis misalnya?”
“Ya pipis ditempat, tapi sesekali di
jenguk anak saya yang juga tinggal satu kampung untuk mengganti popok”, sambung
ayah empat anak ini. Anak-anak beliau tinggal di sekitar kampung tersebut dan
satu ada yang di Ngawi Jawa Timur.
“Nggak pakai pampers pak?”
“Wah, saya nggak kuat beli mas. Cuma
pakai sobekan jarit (kain batik untuk bawahan wanita Jawa) saja”.
“Kasihan ya pak, pasti tidak nyaman?”
“Lha mau gimana lagi?”
Seusai
shalat, saya lalu bergegas menemui beliau. Setelah ngobrol beberapa saat, saya
kembali mengutarakan niat selain silaturahim, juga ingin sedikit membantu
mengadvokasi bantuan dari lembaga social maupun individu yang mungkin berkenan
membantu. Beliau menyetujui ide saya tersebut, siapa tahu jika Allah
mengijinkan, ikhtiar kecil ini bisa sedikit meringankan beban beliau.
“Kali ini saya benar – benar nol mas,
semalam sedang kena musibah”.
“Kenapa pak?” tanyaku.
“Semalam ada 2 orang pemuda yang beli dagangan saya Rp 5
ribu, dia bayar pakai uang seratusan ribu. Saya minta pakai uang kecil katanya
nggak ada. Terpaksa saya ambil uang di dompet, mau bohong takut dosa.
Sebenarnya saya curiga dengan uang seratus ribu tersebut, namun saya takut di
apa – apain, karena waktu sudah larut malam. Tadi pagi mau saya belanjakan ke
pasar nggak laku, karena uangya palsu. Padahal itu modal saya berjualan”.
Ada gerimis yang menusuk – nusuk ruang
jiwaku siang itu. Kenapa orang begitu tega mendholimi sesamanya. Modus lama,
peredaran uang palsu dengan cara membelanjakannya telah menelan korban rakyat
kecil.
“Itu uangnya sudah saya sobek – sobek”.
“Jadi, nanti nggak jualan dong pak?”
“Yach… bagaimana caranya mas, pinjam
dulu dari pasar buat jualan”.
“Baiklah pak, nanti kalau pas lewat tempat
saya mampir ya?”
“Insya’allah…”
Obrolanpun berlanjut ke banyak hal
tentang kehidupan ini. Tentang ujian, qona’ah dan kematian. Saya sempat
menjenguk ibu Suminem yang tergolek lemah dengan tubuh yang kurus karena digerogoti
penyakit. Beliau berusaha tersenyum dan menyapaku dengan suara terbata – bata
disamping sang suami yang terus membuktikan cintanya. Ada selaksa rasa yang tak
sanggup saya tuliskan dengan pena. Do’aku, semoga beliau mendapatkan
kesembuhan. Sungguh sebuah pelajaran berharga buat saya hari ini….
Melalui coretan sederhana
ini, saya ingin menggugah kepedulian para pembaca semua dengan memberikan do’a
buat kesembuhan istri pak Bani. Juga sekiranya berkenan, saya mengajak anda menyisihkan sebagian rizky untuk membantu
pengobatan dan perawatan istri beliau. Juga kalau memungkinkan bisa membantu
permodalan agar beliau yang sebenarnya sangat dibutuhkan umat, karena kondisi, kurang bisa berperan maksimal.
Donasi bisa di antar langsung ke
rumah beliau Pantirejo rt 04, Tegaldowo, Gemolong, Sragen, Jawa Tengah atau
bisa menghubungi RUMAH BACA KHAZANAH, Saren rt 11 rw 02, Kalijambe, Sragen,
Jawa Tengah. HP: 081364021104
Posting Komentar